03 JENIS-JENIS ALAT EVALUASI
Terdapat berbagai jenis
instrumen yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dari berbagai ragam alat evaluasi tersebut,
Arikunto (1986) menggolongkannya menjadi 2 bagian besar, yaitu “tes” dan
“non-tes”. Tes dan non tes
ini juga disebutnya sebagai teknik evaluasi. Yang termasuk dalam teknik non tes
adalah: skala bertingkat (rating scale), kuesioner (questionair), daftar cocok (check-list) wawancara (interview), pengamatan (observation), dan riwayat hidup.
A. Non Tes
Berikut ini diuraikan secara lebih detail tentang
sebagian jenis-jenis instrumen yang termasuk dalam kategori “non tes”.
1.
Skala Bertingkat.
Menurut Arikunto (1986) skala menggambarkan suatu
nilai berbentuk angka, jadi skala selalu disajikan dalam bentuk angka. Skala sikap pada
umumnya disajikan dalam bentuk bertingkat. Contoh:
Sikap tentang menghargai karya seni
ß----------------------------------------------------à
1 2
3
4 5
Angka-angka
tersebut dideretkan dari kiri ke kanan, dengan makna secara bertingkat. Dari kecil/rendah sampai ke yang tinggi secara bertingkat, yang merupakan representasi sikap responden mulai dari “sangat tidak
suka” (diwakili angka 1) berturut-turut secara bertingkat sampai ke “sangat
suka” (diwakili angka 5).
2. Kuesioner
Menurut
Arikunto (1986), kuesioner (questionair)
atau angket, pada dasarnya adalah sebuah
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden). Dengan kuesionner ini orang
dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, atau
pendapatnya dan lain-lain. Lebih lanjut, Arikunto (1986)
mengemukakan bahwa macam kuesioner dapat dibedakan dari dua segi, yaitu: ditinjau dari segi siapa yang menjawab, dan
dari segi cara menjawab.
Dari
segi siapa yang menjawab, maka terdapat:
·
Kuesioner langsung: jika kuesioner tersebut dikirim dan diisi
langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya tentang dirinya.
·
Kuesioner tidak langsung: jika kuesioner
yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya.
Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang
bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
Dari
segi cara menjawab, maka terdapat:
·
Kuesioner tertutup: Disusun dengan menyediakan pilihan jawaban
lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
·
Kuesioner terbuka: Disusun sedemikian
rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila macam
jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beraneka
ragam. Keterangan tentang alamat
pengisi, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang
disediakan. Kuesioner terbuka juga
digunakan untuk meminta pendapat seseorang.
Contoh: Bagaimana pendapat anda terhadap komposisi dari lukisan Piccaso yang a boy with a pipe?
3. Daftar
Cocok
Daftar
cocok atau check list adalah deretan
pernyataan, yang biasanya singkat, di mana responden yang dievaluasi hanya
membubuhkan tanda centang di kotak atau tempat yang sudah disediakan (Arikunto,
1986).
4. Wawancara
Wawancara atau interview
adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
tesponden dengan jalan tanya jawab sepihak (Arikunto, 1986). Dalam wawancara, responden diberi kesempatan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyan yang diajukan pewawancara. Dapat dikatakan bahwa dalam wawancara ini responden
hampir sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya. Menurut Arikunto (1986), wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu (1) wawancara bebas, dan (2) wawancara terpimpin. Dalam wawancara bebas, responden memiliki
kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, artinya tanpa dibatasi
patokan-patokan tertentu. Dengan
demikian pewawancara berkewajiban mempersiapkan situasi di mana responden bisa
dengan bebas menyampaikan apa yang dirasakannya perlu untuk disampaikan. Berbeda dengan wawancara bebas, dalam
wawancara terpimpin pewawancara sudah mempersiapkan sedemikian rupa instrumen
wawancara yang digunakan sehingga responden tinggal memilih opsi yang memang
sudah disediakan sebelumnya oleh pewawancara.
Oleh karena itu menurut Arikunto (1986)
pertanyaan yang diajukan kadang-kadang bersifat sebagai yang memimpin,
mengarahkan dan penjawab sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga
dalam menuliskan jawaban, ia tinggal membubuhkan tanda centang di tempat yang
sesuai dengan keadaan responden.
5. Observasi
Observasi
atau pengamatan adalah suatu teknik untuk memperoleh informasi di mana observer
melakukan pengamatan pada suatu situasi tertentu, kemudian mencatat hal-hal
yang dibutuhkannya.
Menurut Arikunto (1986), terdapat 3 macam observasi,
yaitu (1) observasi partisipan, (2) observasi sistematik, dan (3) observasi
eksperimental. Pada observasi
partisipan, pengamat terlibat langsung dalam kegiatan yang diobservasi. Dapat dikatakan bahwa terjadi situasi
observer berperan serta. Dengan pengamat
berperan serta terhadap situasi yang diamati maka akan pengamat akan merasakan
secara langsung tentang situasi yang diamati sehingga pada gilirannya dapat
diperoleh informasi yang benar-benar sesuai dengan situasi yang diamati. Yang dimaksud dengan observasi sistematik,
faktor-faktor yang akan diamati sudah disiapkan atau didaftar secara sistematik
terlebih dahulu sehinngga menjadi panduan bagi pengamat untuk mengamati apa-apa
saja yang perlu diamati. Sementara yang
dimaksud dengan observasi eksperimental, pengamat bisa saja “mengendalikan”
situasi yang diamatinya untuk mendapatkan informasi tentang situasi tertentu
yang diharapkan dimunculkan.
Ketiga jenis observasi di atas, masing punya
keunggulannya sendiri-sendiri. Kalau pada observasi partisipan, observer dapat
empati sehingga dapat merasakan dengan jelas tentang situasi yang diamati,
sementara pada observasi sistematik, fakta yang akan diamati terfokus dengan
jelas sehingga kemungkinan tidak ada informasi yang tercecer, sedangkan pada
observasi eksperimental, observer dapat memunculkan bisa saja tidak mampu
diungkap oleh dua pengamatan sebelumnya.
B. Tes
Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi
jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi
karena penuh dengan batasan-batasan (Arikunto, 1986). Dilihat dari segi kegunaan tes untuk mengukur
siswa, maka tes dibedakan atas 3 macam
tes, yaitu: (1) tes diagnostik, (2) tes formatif, dan (3) tes sumatif. Tes diagnostik, ibarat kerja seorang dokter,
pasen terlebih dahulu diperiksa atau didiagnosa untuk mencari tahu jenis
penyakitnya sehingga dokter dapat menentukan jenis terapi yang sesuai dengan
karakteristik jenis penyakit pasen.
Demikian juga seorang guru bila berhadapan dengan murid yang mengalamai
permasalahan belajar, seorang guru perlu melakukan ‘diagnosa’ sehingga ia dapat
menentukan treatment yang sesuai untuk mengatasi permasalahan
belajar yang dialami muridnya. Dalam memperoleh informasi tentang masalah yang
dialami muridnya, itu dapat dilakukan dengan pemberian tes. Jadi bila tes yang diberikan untuk
kepentingan memperoleh informasi tentang keadaan/permasalahan siswa kemudian
guru melakukan tindakan perbaikan untuk kepentingan mengatasi permasalahan
belajar yang dialami muridnya, maka tes tadi yang digunakan dapat kita sebut
sebagai tes diagnostik. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (1986) bahwa tes diagnostik adalah
tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan
kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
Tes
formatif dan sumatif merupakan tes yang perlu diberikan oleh dalam kegiatam
pembelajaran yang dilakukannya. Dalam situs http://wahyumaulita.wordpress.com/2010/04/17/tugas (diakses 17 Januari 2013)
mengemukakan bahwa kedua tes tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Dalam blog tersebut (mengutip pendapat Thoha)
disebutkan bahwa Tes formatif (formative test)
juga disebut sebagai tes pembinaan, yakni tes yang diselenggarakan pada saat
berlangsungnya proses belajar mengajar, diselenggarakan secara periodik, isinya
mencakup semua unit pengajaran yang telah diajarkan. Tes formatif juga
diartikan sebagai evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu
pokok bahasan/ topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu
proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Pada dasarnya tes formatif
dilaksanakan di tengah berlangsungnya proses pembelajaran. Mengapa demikian, karena melalui hasil tes
formatif tersebut guru mendapatkan umpan balik tentang proses pembelajaran yang
sedang dilaksanakan sehingga atas dasar umpan balik tersebut guru dapat
melakukan perubahan-perubahan tertentu yang dikehendaki. Tes formatif
ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran
khusus yang sudah disiapkan sebelumnya. Dari
hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan
siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan
yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum
berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang
diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu.
Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik
berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan
diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan
pendalaman dari topik yang telah dibahas.
Sementara
tes sumatif fungsinya adalah untuk melihat prestasi belajar akhir siswa setelah
mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran. Dari hasil tes sumatif ini dapat menentukan
posisi seorang dibanding dengan kelompok siswa keseluruhan. Demikian juga melalui tes ini dapat dilihat
sejauh mana trujuan pembelajaran secara keseluruhan telah tercapai.
Menurut Arikunto (1986), tes formatif dapat memberikan
manfaat bagi murid, guru, maupun program.
Bagi murid, melalui tes formatif ini murid dapat mengetahui apakah ia
telah menguasai bahan program secara menyeluruh; dan dapat juga merupakan
penguatan baginya setelah dia mengetahui bahwa tes yang diikutinya telah
menghasilkan skor yang memuaskan.
Demikian juga mengetahui hasil tes formatif tersebut siswa dapat
mengetahui kelemahannya sehingga pada gilirannya ia akan dapat menyadari apa
saja perlu diperbaikinya. Sementara,
bagi guru, dengan mngetahui hasil tes formatif, maka guru akan dapat memperoleh
manfaat untuk apakah perlu mengganti atau tetap mempertahankan strategi
mengajarnya. Demikian juga guru dapat
mengetahui bagian-bagian pembelajaran mana yang masih membutuhkan pengulangan
atau penjelasan yang lebih mendalam.
Selanjutnya, Arikunto (1986) mengemukakan bahwa hasil
tes sumatif dapat memberikan manfaat dalam menentukan nilai perolehan siswa,
dengan nilai capaian ini dapat diketahui kedudukan seorang murid di dalam
kelompok kelasnya. Dengan demikian guru
dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu berdasarkan informasi posisi murid
dalam kelas.
Rusli (1988) menjelaskan bahwa terdapat berbagai jenis
tes, tergantung dari sudut mana dipandangnya.
Menurutnya, bila dilihat dari segi ciri apa yang diukur maka tes dapat
digolongkan atas (1) tes prestasi (achievement
test), (2) tes kemampuan (aptitude test),
dan tes kepribadian (personality test).
Selanjutnya Rusli (1988) mengemukakan bahwa tes
prestasi berisi butir, pertanyaan, tugas, dan sebagainya yang mencoba untuk menentukan apa yang
diketahui atau apa yang dapat dilakukan oleh seseorang. Biasanya tes tersebut adalah untuk mengukur
keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh seseorang waktu mempelajari mata
pelajaran atau mata kuliah. Tes ini
berusaha agar responden menunjukkan unjuk kerja mereka yang terbaik.
Selanjutnya, tes kemampuan. Isi tes ini menurut Rusli (1988) sama dengan
isi tes prestasi, akan tetapi diberikan dengan tujuan untuk dapat menarik
kesimpulan tentang apakah responden tes akan dapat melaksaanakan tugasnya
dikemudian hari. Tes yang dipakai untuk
mengukur prestasi siswa dalam beberapa mata pelajaran, menjadi tes kemampuan
bila dipakai untuk meramalkan apakah siswa itu dapat mengikuti pelajaran di
perguruan tinggi kelak. Tes kemampuan
yang banyak dipakai adalah the Scholastic
Aptiude Test yang berisi butir-butir mengenai kemampuan verbal maupun
kemampuan ilmu pasti. Jadi, dapat
dikatakan bahwa bentuk atau tes prestasi dan tes kemampuan itu sama saja, nanti dibedakan saat memanfaatkan kedua jenis
tersebut.
Tes kepribadian.
Rusli (1988) mengemukakan bahwa tes kepribadian dimaksudkan
mengobservasi aspek afektif dan aspek non intelektual dari tingkah laku. Tes ini berusaha menampilkan respons khas
dari responden. Terdapat bermacam-macam
bentuk tes kepribadian. Ada yang
dilaksanakan untuk mengharapkan respons yang bersifat informasi atau yang
menyatakan fakta, dan ada tes bersifat open-ended
yang mengharuskan pemakai tes menyempurnakan kalimat, bercerita berdasarkan
gambar, dan sebagainya. Kemudian ada juga tes yang disebut proyektif, seperti
tes noda tinta Rorschach, yang stimulusnya tidak mempunyai bentuk yang jelas, tapi
responden ditugaskan untuk menggambarkannya dalam bentuk yang nyata. Tes lainnya adalam dalam bentuk daftar cek
kata sifat, di mana responden memberi centang pada kata sifat atau ungkapan
yang mmenyatakan sifat yang menggambarkan dirinya sendiri. (Ruddy Pakasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar