Sabtu, 03 Mei 2014

03 JENIS-JENIS ALAT EVALUASI

            Terdapat berbagai jenis instrumen yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran.  Dari berbagai ragam alat evaluasi tersebut, Arikunto (1986) menggolongkannya menjadi 2 bagian besar, yaitu “tes” dan “non-tes”.   Tes dan non tes ini juga disebutnya sebagai teknik evaluasi.  Yang termasuk dalam teknik non tes adalah:  skala bertingkat (rating scale), kuesioner (questionair), daftar cocok (check-list) wawancara (interview), pengamatan (observation), dan riwayat hidup.
A.  Non Tes 
Berikut ini diuraikan secara lebih detail tentang sebagian jenis-jenis instrumen yang termasuk dalam kategori “non tes”.
1.      Skala Bertingkat.
Menurut Arikunto (1986) skala menggambarkan suatu nilai berbentuk angka, jadi skala selalu disajikan dalam bentuk angka.  Skala sikap pada umumnya disajikan dalam bentuk bertingkat.  Contoh:  Sikap tentang menghargai karya seni
ß----------------------------------------------------à
                                                 1             2             3             4             5
Angka-angka tersebut dideretkan dari kiri ke kanan, dengan makna secara bertingkat.  Dari kecil/rendah  sampai ke yang tinggi secara bertingkat, yang merupakan representasi sikap responden mulai dari “sangat tidak suka” (diwakili angka 1) berturut-turut secara bertingkat sampai ke “sangat suka” (diwakili angka 5).
2.  Kuesioner
Menurut Arikunto (1986), kuesioner (questionair) atau angket, pada dasarnya adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).  Dengan kuesionner ini orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, atau pendapatnya dan lain-lain.  Lebih lanjut, Arikunto (1986) mengemukakan bahwa macam kuesioner dapat dibedakan dari dua segi, yaitu:  ditinjau dari segi siapa yang menjawab, dan dari segi cara menjawab.
Dari segi siapa yang menjawab, maka terdapat:
·         Kuesioner langsung:  jika kuesioner tersebut dikirim dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya tentang dirinya.
·         Kuesioner tidak langsung: jika kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya. Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
Dari segi cara menjawab, maka terdapat:
·         Kuesioner tertutup:  Disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
·         Kuesioner terbuka: Disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.  Kuesioner terbuka disusun apabila macam jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beraneka ragam.  Keterangan tentang alamat pengisi, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang disediakan.  Kuesioner terbuka juga digunakan untuk meminta pendapat seseorang.  Contoh: Bagaimana pendapat anda terhadap komposisi dari lukisan Piccaso yang a boy with a pipe?
3.              Daftar Cocok
       Daftar cocok atau check list adalah deretan pernyataan, yang biasanya singkat, di mana responden yang dievaluasi hanya membubuhkan tanda centang di kotak atau tempat yang sudah disediakan (Arikunto, 1986).  
4.              Wawancara
Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari tesponden dengan jalan tanya jawab sepihak (Arikunto, 1986).  Dalam wawancara, responden diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyan yang diajukan pewawancara.  Dapat dikatakan bahwa dalam wawancara ini responden hampir sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya.  Menurut Arikunto (1986),  wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu (1) wawancara bebas, dan (2) wawancara terpimpin.  Dalam wawancara bebas, responden memiliki kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, artinya tanpa dibatasi patokan-patokan tertentu.  Dengan demikian pewawancara berkewajiban mempersiapkan situasi di mana responden bisa dengan bebas menyampaikan apa yang dirasakannya perlu untuk disampaikan.  Berbeda dengan wawancara bebas, dalam wawancara terpimpin pewawancara sudah mempersiapkan sedemikian rupa instrumen wawancara yang digunakan sehingga responden tinggal memilih opsi yang memang sudah disediakan sebelumnya oleh pewawancara.  Oleh karena itu menurut Arikunto (1986)  pertanyaan yang diajukan kadang-kadang bersifat sebagai yang memimpin, mengarahkan dan penjawab sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga dalam menuliskan jawaban, ia tinggal membubuhkan tanda centang di tempat yang sesuai dengan keadaan responden.
5.              Observasi
       Observasi atau pengamatan adalah suatu teknik untuk memperoleh informasi di mana observer melakukan pengamatan pada suatu situasi tertentu, kemudian mencatat hal-hal yang dibutuhkannya. 
Menurut Arikunto (1986), terdapat 3 macam observasi, yaitu (1) observasi partisipan, (2) observasi sistematik, dan (3) observasi eksperimental.  Pada observasi partisipan, pengamat terlibat langsung dalam kegiatan yang diobservasi.  Dapat dikatakan bahwa terjadi situasi observer berperan serta.  Dengan pengamat berperan serta terhadap situasi yang diamati maka akan pengamat akan merasakan secara langsung tentang situasi yang diamati sehingga pada gilirannya dapat diperoleh informasi yang benar-benar sesuai dengan situasi yang diamati.  Yang dimaksud dengan observasi sistematik, faktor-faktor yang akan diamati sudah disiapkan atau didaftar secara sistematik terlebih dahulu sehinngga menjadi panduan bagi pengamat untuk mengamati apa-apa saja yang perlu diamati.  Sementara yang dimaksud dengan observasi eksperimental, pengamat bisa saja “mengendalikan” situasi yang diamatinya untuk mendapatkan informasi tentang situasi tertentu yang diharapkan dimunculkan.
Ketiga jenis observasi di atas, masing punya keunggulannya sendiri-sendiri. Kalau pada observasi partisipan, observer dapat empati sehingga dapat merasakan dengan jelas tentang situasi yang diamati, sementara pada observasi sistematik, fakta yang akan diamati terfokus dengan jelas sehingga kemungkinan tidak ada informasi yang tercecer, sedangkan pada observasi eksperimental, observer dapat memunculkan bisa saja tidak mampu diungkap oleh dua pengamatan sebelumnya.
B.  Tes
Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan (Arikunto, 1986).  Dilihat dari segi kegunaan tes untuk mengukur siswa,  maka tes dibedakan atas 3 macam tes, yaitu: (1) tes diagnostik, (2) tes formatif, dan (3) tes sumatif.   Tes diagnostik, ibarat kerja seorang dokter, pasen terlebih dahulu diperiksa atau didiagnosa untuk mencari tahu jenis penyakitnya sehingga dokter dapat menentukan jenis terapi yang sesuai dengan karakteristik jenis penyakit pasen.  Demikian juga seorang guru bila berhadapan dengan murid yang mengalamai permasalahan belajar, seorang guru perlu melakukan ‘diagnosa’ sehingga ia dapat menentukan treatment yang sesuai untuk mengatasi permasalahan belajar yang dialami muridnya. Dalam memperoleh informasi tentang masalah yang dialami muridnya, itu dapat dilakukan dengan pemberian tes.  Jadi bila tes yang diberikan untuk kepentingan memperoleh informasi tentang keadaan/permasalahan siswa kemudian guru melakukan tindakan perbaikan untuk kepentingan mengatasi permasalahan belajar yang dialami muridnya, maka tes tadi yang digunakan dapat kita sebut sebagai tes diagnostik.  Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (1986) bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
            Tes formatif dan sumatif merupakan tes yang perlu diberikan oleh dalam kegiatam pembelajaran yang dilakukannya. Dalam situs http://wahyumaulita.wordpress.com/2010/04/17/tugas (diakses 17 Januari 2013) mengemukakan bahwa kedua tes tersebut memiliki fungsinya masing-masing.  Dalam blog tersebut (mengutip pendapat Thoha) disebutkan bahwa Tes formatif (formative test) juga disebut sebagai tes pembinaan, yakni tes yang diselenggarakan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, diselenggarakan secara periodik, isinya mencakup semua unit pengajaran yang telah diajarkan. Tes formatif juga diartikan sebagai evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/ topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Pada dasarnya tes formatif dilaksanakan di tengah berlangsungnya proses pembelajaran.  Mengapa demikian, karena melalui hasil tes formatif tersebut guru mendapatkan umpan balik tentang proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan sehingga atas dasar umpan balik tersebut guru dapat melakukan perubahan-perubahan tertentu yang dikehendaki.  Tes formatif ini juga dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran khusus yang sudah disiapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
            Sementara tes sumatif fungsinya adalah untuk melihat prestasi belajar akhir siswa setelah mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran.  Dari hasil tes sumatif ini dapat menentukan posisi seorang dibanding dengan kelompok siswa keseluruhan.  Demikian juga melalui tes ini dapat dilihat sejauh mana trujuan pembelajaran secara keseluruhan telah tercapai.
Menurut Arikunto (1986), tes formatif dapat memberikan manfaat bagi murid, guru, maupun program.  Bagi murid, melalui tes formatif ini murid dapat mengetahui apakah ia telah menguasai bahan program secara menyeluruh; dan dapat juga merupakan penguatan baginya setelah dia mengetahui bahwa tes yang diikutinya telah menghasilkan skor yang memuaskan.  Demikian juga mengetahui hasil tes formatif tersebut siswa dapat mengetahui kelemahannya sehingga pada gilirannya ia akan dapat menyadari apa saja perlu diperbaikinya.  Sementara, bagi guru, dengan mngetahui hasil tes formatif, maka guru akan dapat memperoleh manfaat untuk apakah perlu mengganti atau tetap mempertahankan strategi mengajarnya.  Demikian juga guru dapat mengetahui bagian-bagian pembelajaran mana yang masih membutuhkan pengulangan atau penjelasan yang lebih mendalam.
Selanjutnya, Arikunto (1986) mengemukakan bahwa hasil tes sumatif dapat memberikan manfaat dalam menentukan nilai perolehan siswa, dengan nilai capaian ini dapat diketahui kedudukan seorang murid di dalam kelompok kelasnya.  Dengan demikian guru dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu berdasarkan informasi posisi murid dalam kelas.
Rusli (1988) menjelaskan bahwa terdapat berbagai jenis tes, tergantung dari sudut mana dipandangnya.  Menurutnya, bila dilihat dari segi ciri apa yang diukur maka tes dapat digolongkan atas (1) tes prestasi (achievement test), (2) tes kemampuan (aptitude test), dan tes kepribadian (personality test).
Selanjutnya Rusli (1988) mengemukakan bahwa tes prestasi berisi butir, pertanyaan, tugas, dan sebagainya  yang mencoba untuk menentukan apa yang diketahui atau apa yang dapat dilakukan oleh seseorang.  Biasanya tes tersebut adalah untuk mengukur keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh seseorang waktu mempelajari mata pelajaran atau mata kuliah.  Tes ini berusaha agar responden menunjukkan unjuk kerja mereka yang terbaik. 
Selanjutnya, tes kemampuan.  Isi tes ini menurut Rusli (1988) sama dengan isi tes prestasi, akan tetapi diberikan dengan tujuan untuk dapat menarik kesimpulan tentang apakah responden tes akan dapat melaksaanakan tugasnya dikemudian hari.  Tes yang dipakai untuk mengukur prestasi siswa dalam beberapa mata pelajaran, menjadi tes kemampuan bila dipakai untuk meramalkan apakah siswa itu dapat mengikuti pelajaran di perguruan tinggi kelak.  Tes kemampuan yang banyak dipakai adalah the Scholastic Aptiude Test yang berisi butir-butir mengenai kemampuan verbal maupun kemampuan ilmu pasti.  Jadi, dapat dikatakan bahwa bentuk atau tes prestasi dan tes kemampuan itu sama saja,  nanti dibedakan saat memanfaatkan kedua jenis tersebut. 
Tes kepribadian.  Rusli (1988) mengemukakan bahwa tes kepribadian dimaksudkan mengobservasi aspek afektif dan aspek non intelektual dari tingkah laku.  Tes ini berusaha menampilkan respons khas dari responden.  Terdapat bermacam-macam bentuk tes kepribadian.  Ada yang dilaksanakan untuk mengharapkan respons yang bersifat informasi atau yang menyatakan fakta, dan ada tes bersifat open-ended yang mengharuskan pemakai tes menyempurnakan kalimat, bercerita berdasarkan gambar, dan sebagainya. Kemudian ada juga tes yang disebut proyektif, seperti tes noda tinta Rorschach, yang stimulusnya tidak mempunyai bentuk yang jelas, tapi responden ditugaskan untuk menggambarkannya dalam bentuk yang nyata.  Tes lainnya adalam dalam bentuk daftar cek kata sifat, di mana responden memberi centang pada kata sifat atau ungkapan yang mmenyatakan sifat yang menggambarkan dirinya sendiri. (Ruddy Pakasi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar